Minggu, 23 Januari 2011

.::Berkah dari kata TERTUNDA::.

“Tertunda” menjadi momok kurang mengenakkan dan kurang nyaman di telinga bahkan jika kita sendiri yang mengalaminya. Lalu bagaimana dengan kata “tertunda” itu adalah keberkahan untuk kita, “tertunda kok seneng?” mungkin batin sedikit bergejolak dengan kata ini. Rencana, impian, cita-cita, juga kebahagian seketika terampas begitu saja hanya dengan satu kata “tertunda”
Mari kita menyelami lebih dalam lagi kata “tertunda” menjadi berkah dalam kehidupan sehari-hari kita. Sepele bahkan kita sendiri menyepelekan hal-hal kecil yang merupakan keberkahan itu sendiri menjadi hambar dan tidak bernilai syukur.

Bagaimana dengan kisah seorang Ibu mengandung diusia ke sembilan bulan dan siap untuk melahirkan, namun posisi bayi nyungsang dan tindakan paling tepat bagi tim medis adalah operasi cesar. Padahal kondisi ekonomi tergolong pas-pasan, sang Ayah meminta waktu tiga hari untuk melihat perkembangan bayi selanjutnya. Jika dalam waktu tiga hari posisi bayi tidak berubah, maka Ibu dari bayi ini siap melakukan tindakan cesar.

Tiga hari menjadi waktu sempit bagi kedua orangtua bayi, apa yang mereka lakukan dengan keputusan “menunda” kelahiran bayi pertama mereka? Kedua orang tua ini selalu melakukan sholat berjama’ah dan memanjangkan sujud. Perut Ibu sudah buncit dan sangat buncit harus bersabar menahan lelah demi amanah terindah, memohon pada Allah mendapatkan yang terbaik.

Berlalu sudah waktu tiga hari, keduanya kembali ke Dokter untuk memeriksa kondisi kandungan dan bersiap untuk melakukan operasi cesar. Layar monitor terlihat posisi bayi kembali normal, dengan sangat terkejut Dokter membatalkan operasi dan menunda proses kelahiran putri pertama mereka. Sang Ayah dan Ibu kembali ke rumah melakukan rutinitas sewajarnya. Lima hari berjalan, Akhirnya tepat di bulan kesepuluh bayi berbobot 2,8 Kg terlahir normal. “tertunda” menjadi berkah untuk kelahiran normal putri pertama mereka.

Ada lagi kisah seorang mahasiswa tingkat akhir bahkan terancam DO. Berjuang menyelesaikan studi S1 nya di salah satu Univeritas Negeri, angka 14 menjadi angka keramat untuknya. Perjuangan demi perjuangan keras terus melecutnya, sudah diambang batas akhir usianya menjadi mahasiswa tapi Dosen pembimbing tidak seramah yang ia harapkan. Bulan April adalah bulan yang ia dambanya mengenakan toga dan tersampir selendang kebanggan setiap mahasiswa. Sedangkan bulan Maret ia baru saja merampukan sidang belum lagi bimbingan revisi dan sederet administrasi yang menyita waktu.

Tepat di akhir bulan Maret turunlah keputusan Rektor untuk menunda wisuda periode kedua di tahun ini, dengan alasan ada agenda Nasional di bulan April sehingga wisuda di undur di bulan Mei. Selama Univeritas ini berdiri tidak ada agenda penundaan wisuda yang sudah menjadi agenda tahunan yang bersifat pasti tidak ada kata “tunda”. Tapi dengan kertertundaan ini menjadi berkah baginya, sekali lagi kesyukuran untuknya menamatkan gelar Sarjana di belakang namanya di awal bulan Mei menjadi anugerah dan keberkahan termanis.

“kok nggak jadi nikah?” pertanyaan singkat tapi begitu dalam. Mungkin tidak dengan kita yang mengalaminya tapi bagaimana dengan kerabat dekat kita yang mengalami hal ini, padahal segalanya sudah di persipakan dan hanya menunggu kedatangan calon mempelai laki-laki menghadiri acara sakral ini. calon mempelai wanita sudah siap menunggu kedatangan calon mempelai laki-laki untuk acara lamaran. Tamu-tamu undangan sudah duduk rapi, makanan mewah tersaji, keluarga calon mempelai wanita sudah menunggu hari bahagia ini dan tidak kalah bahagianya wanita berkerudung putih di balut manis dengan hiasan payet dan gaun abaya menjuntai.

Lima belas menit berlalu, masih bersabar menunggu mungkin terjebak macet pikirnya berbaik sangka. Satu jam sudah berjalan tak berarti, tamu-tamu sudah sebagian meninggalkan tempat dan meninggalkan segurat kecewa. Tiba dua jam dari susunan acara yang di rencanakan, tidak ada satupun kabar dari calon besan. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan menjadi hampa dan keikhlasan menjadi obat untuknya.

Tanpa di duga sebelumnya, dan sekali lagi keberkahan dari yang tertunda. Ia melangsungkan pernikahan dengan dengan seorang pemuda sholeh terbaik pilihan Allah yang tidak lain adalah teman semasa duduk di bangku Sekolah Dasar. Kejutan terindah menjadi keberkahan dari kata “tertunda”

Mungkin kita pernah mengalaminya, dua event besar “tertunda” lagi tidak bisa dihadiri. Harapan berjumpa dan berkumpul-lumpul dengan sahabat-sahabat lama menjadi impian. Jarak jauh memisahkan ruang dan waktu untuk bersilaturahim, kerinduan pada kawan lama sudah meletup-letup dalam dada dan hampa hanya mampu menelan ludah atas “tertunda”nya agenda silaturahim pada kerabat lama.

Tidak untuk sekarang, mungkin besok, lusa pikirnya berbaik sangka. Kabar bahagia hadir dari ujung sana, niat baik masih tersimpan rapi, seolah tak mungkin berjalan seorang diri ke tempat yang belum pernah di kunjunginya. Usai sholat malam, ia putuskan untuk berangkat menemui kawan lama yang sangat berjasa padanya. Hujan besar tidak menghalangi langkah kakinya untuk bersilaturahim, delapan jam perjalanan terasa ringan dan mudah. Tiba di kota itu, kerinduan terbayar sudah bertemu dengan sosok seseorang yang berjasa dan menjadi inspirasi dalam kehidupan. Tidak hanya itu, pemandangan di sekeliling kota itu terhampar luas hijau menyegarkan hati. Dan dari “tertunda”nya pertemuan kesekian kalinya, ada keberkahan termanis dari sini.

Lalu masihkan kita ragu, takut, khawatir, sedih, menyesal, dan putus asa dari Rahmat Allah hanya dengan kata “tertunda” padahal kita sendiri tidak pernah tahu ada rencana apa di balik kata “terunda”
dari yang “tertunda” Allah menguji kegigihan kita untuk memperjuangkan apa yang kita harapkan
“terunda” bukanlah petaka melainkan keberkahan yang sepatutnya kita syukuri
Belajar menjadi sabar menyikapi kata “tertunda”
Isilah hari-hari yang “tertunda” dengan berlama-lama untuk mencintai sepenuhnya pada Allah
Ingat “terunda” itu berkah yang selayaknya kita selalu bersyukur, berprasangka baik pada Allah
dan tidak lelah pada Rahmat Allah

Jakarta, 24 Januari 2011
By : Sahabatku Azzura Syifa

1 komentar:

MUSLIMAH PERADABAN mengatakan...

Alhamdulillah, thank's to saudariku yang mengirimkan artikl ini di fb dan seizinnya ana boleh posting ke blog ana.
Yah..tertunda, tertunda dalam memperoleh gelar sarjana, banyak hikmah yag ana ambil...dengan tertunda : ilmu ana semakin bertambah dan insyaAlloh impian untuk menjadi dokter bekam akan terlaksana. amin. terima kasih ya Robb

Ketika belum mendapatkan pasangan hidup saat ini pun juga karena tertunda, ana sudah bersyukur. Karena Alloh lebih tau waktu yang tepat untuk mempertemukanku dengan sang belahan jiwa di waktu yang tepat. Inspirasi dari buku "Teman dalam Penantian" yang ku beli 3 hari yang lalu. Semoga menjadi hikmah. amin

Posting Komentar




MUSLIMAH PERADABAN © 2010 Template by:
Nindiana Amalia